Wajah Modern
Bunyi alarm berteriak setiap pagi menghantam telingaku, bunyi yang sampai ke saraf otak dan lari kejantung, hingga aku terbangun dengan keringat yang basah disekujur tubuhku. Jam 4:30 pagi buta aku harus bangun dan rapih-rapih untuk berangkat bekerja. Gila memang!
Seperti kebanyakan orang pada umumnya, bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup yang selalu berjalan dan berputar tanpa henti. Sebagian orang yang mengenalku mengatakan bahwa aku adalah pribadi yang tangguh dan penuh semangat, sampai-sampai bisa membeli apapun yang aku inginkan dari uang hasil kerja kerasku, padahal mereka tidak tahu saja kalau aku terkadang suka malas dengan pekerjaanku ini, melelahkan. Tentu aku menyukai dan merasa nyaman akan hal ini, walaupun rasanya waktu seperti menusuk jantungku setiap hari hingga aku bernapas seperti orang yang mengidap penyakit asma.
Tak sampai di situ. Teman-temanku bilang, kalau mereka iri denganku karena tidak bisa membeli apa yang mereka inginkan. Ya, mereka bicara seperti itu dibelakangku. Tapi aku tak peduli, aku akan tetap menjadi diriku sendiri, apa adanya.
“Dinda, jangan lupa bayar utangmu padaku, aku juga butuh untuk bayar cicilan kredit motor”, kujawab dengan senyuman tentu saja “ya tenang saja, pasti aku bayar, aku selama ini tidak pernah telat untuk bayar, tenang”.
“Biaya elektronik kamu sisa 4 kali cicilan lagi, kuingatkan padamu jangan sampai telat!”.
“Siap, aku bayar besok ya”. Sambil melambaikan tanganku yang sudah melilit arloji mewahku. Sungguh menyenangkan ya seperti ini.
Bertahun-tahun kujalani kebiasaan ini, sampai lelahpun aku tetap jadi bahan iri-an teman-temanku ditempat kerja hingga tongkrongan. Barang mewah menjadi kesukaanku, cafe, gadget terbaru, dan kendaraan mobil atau motor yang sampai saat ini aku miliki. Hingga akhirnya waktu masa kontrakku habis, aku mulai sadar bahwa semua yang sia-sia akan tetap sia-sia, tentu saja penyesalan selalu datang belakangan, sial memang! Aku merasa teman-temanku tersenyum sinis dan kesal terhadapku, kenapa? Masalah apa dengan mereka? Aneh! Walaupun aku menyesal tetap saja aku senang dan bahagia melakukan ini semua.
“Dinda, tolong ruangan gudang pemotongan ayam di sana itu dibersihkan ya, di-mopping sampai bersih ya, kalau sudah bersih langsung lanjut bersihkan jalanan depan kantor kelurahan”. Kata atasanku yang suka ngatur terus. Kesal!
“Baik, Pak”. Hanya itu yang bisa kujawab.
“Oh ya, cicilan mobilmu bagaimana?”.
“Sudah ditarik, Pak. Saya sekarang pakai sepeda pulang ke kosan saya”.
“Oh gitu, mau saya bayarin smartphone-mu itu? Kameranya bagus katamu, sini kamu belum bayar kosan kan?”. Sambil tersenyum tipis.
Tamat.